Senin, 16 Desember 2013
Petani Afganistan Dipenggal kerana Tak Bayar Hutang
Para petugas anti-dadah Afganistan menghancurkan bunga poppy di daerah Shindand, Afganistan. Namun usaha mereka untuk mengelimasi perdagangan dadah membuat para petani opium berada dalam kondisi tanpa belas kasihan di hadapan para bandar dadah.
Geng-geng opium Afganistan mengambil paksa anak-anak laki dan perempuan para petani negara itu sebagai jaminan atas hutang yang tidak mampu dibayar.
Sebuah film dokumenter memperlihatkan nasib mereka yang meminjam wang dari bandar dadah untuk berbudidaya opium. Sekitar 90 persen opium dunia, bahan baku untuk heroin, berasal dari Afganistan. Oleh kerananya, tanam poppy di sana telah menjadi industri yang menguntungkan.
Namun Pemerintah Afganistan dan pasukan internasional dukungan NATO berusaha untuk menghentikan perdagangan opium dengan merosak tanaman mereka. Hal itu membuat para petani itu jatuh miskin sehingga tidak mampu mengembalikan hutang. Banyak petani opium kemudian berada dalam situasi mengerikan.
Kerana tidak sanggup bayar hutang, para bandar dadah lalu mengambil anak-anak mereka, termasuk anak-anak perempuan berumur sepuluh tahun. Anak-anak itu dibawa ke Pakistan atau Iran. Di sana mereka dijual untuk dijadikan budak seks atau jadi penyalur dadah.
Para pembuat film dokumenter berjudul Brides Opium dari lembaga penyiaran Amerika PBS itu juga memperoleh rakaman tentang seorang petani yang dipenggal secara perlahan-lahan dengan pisau lipat. Petani malang itu menolak untuk menyerahkan puterinya kepada bandar.
"(Adegan) itu tampak terlalu mengerikan untuk (dipercaya) bahawa itu kenyataan," kata produser Jamie Doran, yang membuat film itu bersama wartawan penyisiatan Afganistan, Najibullah Quraisy.
"Ada seorang petani miskin yang tidak mampu membayar hutang kepada para pedagang dan menolak untuk menyerahkan puterinya, dan kami benar-benar memiliki seluruh film yang menunjukkan bagaimana dia dipenggal dengan pisau lipat. Itulah yang mereka lakukan jika anda menolak untuk menyerahkan puteri anda."
Geng-geng opium Afganistan mengambil paksa anak-anak laki dan perempuan para petani negara itu sebagai jaminan atas hutang yang tidak mampu dibayar.
Sebuah film dokumenter memperlihatkan nasib mereka yang meminjam wang dari bandar dadah untuk berbudidaya opium. Sekitar 90 persen opium dunia, bahan baku untuk heroin, berasal dari Afganistan. Oleh kerananya, tanam poppy di sana telah menjadi industri yang menguntungkan.
Namun Pemerintah Afganistan dan pasukan internasional dukungan NATO berusaha untuk menghentikan perdagangan opium dengan merosak tanaman mereka. Hal itu membuat para petani itu jatuh miskin sehingga tidak mampu mengembalikan hutang. Banyak petani opium kemudian berada dalam situasi mengerikan.
Kerana tidak sanggup bayar hutang, para bandar dadah lalu mengambil anak-anak mereka, termasuk anak-anak perempuan berumur sepuluh tahun. Anak-anak itu dibawa ke Pakistan atau Iran. Di sana mereka dijual untuk dijadikan budak seks atau jadi penyalur dadah.
Para pembuat film dokumenter berjudul Brides Opium dari lembaga penyiaran Amerika PBS itu juga memperoleh rakaman tentang seorang petani yang dipenggal secara perlahan-lahan dengan pisau lipat. Petani malang itu menolak untuk menyerahkan puterinya kepada bandar.
"(Adegan) itu tampak terlalu mengerikan untuk (dipercaya) bahawa itu kenyataan," kata produser Jamie Doran, yang membuat film itu bersama wartawan penyisiatan Afganistan, Najibullah Quraisy.
"Ada seorang petani miskin yang tidak mampu membayar hutang kepada para pedagang dan menolak untuk menyerahkan puterinya, dan kami benar-benar memiliki seluruh film yang menunjukkan bagaimana dia dipenggal dengan pisau lipat. Itulah yang mereka lakukan jika anda menolak untuk menyerahkan puteri anda."
Film itu juga menampilkan sebuah wawancara dengan seorang gadis kecil, berusia sekitar enam tahun, yang menghadapi kemungkinan diserahkan kepada pedagang dadah sebagai pertukaran dengan ayahnya, yang ditangkap setelah sang ayah tidak mampu bayar hutang. Gadis cilik itu mengatakan, "Para penyelundup akan membawa saya secara paksa dan ibu saya tidak boleh menghentikan mereka."
Para penculik ayahnya mengirim film berisi gambar sang ayah tengah ditutup matanya di kegelapan. Dalam fim itu, sang ayah terlihat mengatakan, "Ini tempat yang benar-benar buruk. Saya mohon, berikan kepada mereka apa yang mereka inginkan. "
Quraisy dan Doran mengatakan kepada Christiane Amanpour dari CNN tentang sejumlah pertemuan mengerikan mereka dan korban-korban tragis para bandar narkoba Afganistan.
Sang ibu, yang bahkan tidak mampu melihat putrinya, juga diwawancarai. "Saya harus memberikan kepada mereka putri saya untuk melepaskan suami saya," katanya datar.
Para pembuat film yakin ada ratusan, jika bukan ribuan, gadis yang lari dari para pedagang itu. Seorang gadis kecil yang cukup beruntung berhasil melarikan diri. Ia menceritakan betapa mengerikan kondisi yang terjadi. "Mereka tidak mengizinkan saya mengganti baju. Mereka tidak memberikan sabun untuk mencuci baju. Pakaian saya rusak di badan saya. Mereka melakukan berbagai macam kekejaman terhadap saya. Saya benar-benar takut para penyelundup itu akan membawa saya lagi."
Walau gadis-gadis itu berhasil melarikan diri, mereka sering tidak punya tempat berlindung selagi mencari keluarganya. Para pembuat film menemukan satu rumah singgah, tetapi hanya cukup untuk sekitar 30 anak perempuan.
Menurut Quraisy, persoalannya akan lebih runyam saat pasukan NATO meninggalkan Afganistan tahun 2014.
"Peran NATO dan PBB menarik dalam situasi ini," kata Doran. "PBB dan pasukan internasional dukungan NATO akan memberi tahu Anda bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka juga tidak membela penghancuran, pemberantasan opium. Namun, mereka menyediakan perlindungan bagi polisi untuk benar-benar melakukan itu. Jadi di satu sisi mereka mengatakan, Kami tidak ada hubungannya dengan hal ini. Namun, polisi Afganistan tidak bisa melakukan hal itu tanpa dukungan NATO."
Doran menunjukkan, akar masalahnya adalah para pengguna opium. "Saya tidak tahu apakah ada solusi karena dunia menuntut budidaya opium untuk memenuhi kecanduan terhadap heroin. Mungkin kesalahan seharusnya tidak hanya ditimpakan kepada Pemerintah Afganistan. Mungkin kita harus sedikit mencari ke dalam diri kita sendiri. "
Para penculik ayahnya mengirim film berisi gambar sang ayah tengah ditutup matanya di kegelapan. Dalam fim itu, sang ayah terlihat mengatakan, "Ini tempat yang benar-benar buruk. Saya mohon, berikan kepada mereka apa yang mereka inginkan. "
Quraisy dan Doran mengatakan kepada Christiane Amanpour dari CNN tentang sejumlah pertemuan mengerikan mereka dan korban-korban tragis para bandar narkoba Afganistan.
Sang ibu, yang bahkan tidak mampu melihat putrinya, juga diwawancarai. "Saya harus memberikan kepada mereka putri saya untuk melepaskan suami saya," katanya datar.
Para pembuat film yakin ada ratusan, jika bukan ribuan, gadis yang lari dari para pedagang itu. Seorang gadis kecil yang cukup beruntung berhasil melarikan diri. Ia menceritakan betapa mengerikan kondisi yang terjadi. "Mereka tidak mengizinkan saya mengganti baju. Mereka tidak memberikan sabun untuk mencuci baju. Pakaian saya rusak di badan saya. Mereka melakukan berbagai macam kekejaman terhadap saya. Saya benar-benar takut para penyelundup itu akan membawa saya lagi."
Walau gadis-gadis itu berhasil melarikan diri, mereka sering tidak punya tempat berlindung selagi mencari keluarganya. Para pembuat film menemukan satu rumah singgah, tetapi hanya cukup untuk sekitar 30 anak perempuan.
Menurut Quraisy, persoalannya akan lebih runyam saat pasukan NATO meninggalkan Afganistan tahun 2014.
"Peran NATO dan PBB menarik dalam situasi ini," kata Doran. "PBB dan pasukan internasional dukungan NATO akan memberi tahu Anda bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka juga tidak membela penghancuran, pemberantasan opium. Namun, mereka menyediakan perlindungan bagi polisi untuk benar-benar melakukan itu. Jadi di satu sisi mereka mengatakan, Kami tidak ada hubungannya dengan hal ini. Namun, polisi Afganistan tidak bisa melakukan hal itu tanpa dukungan NATO."
Doran menunjukkan, akar masalahnya adalah para pengguna opium. "Saya tidak tahu apakah ada solusi karena dunia menuntut budidaya opium untuk memenuhi kecanduan terhadap heroin. Mungkin kesalahan seharusnya tidak hanya ditimpakan kepada Pemerintah Afganistan. Mungkin kita harus sedikit mencari ke dalam diri kita sendiri. "
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar